Beliau adalah Sayyid Ahmad Al Muhajir bin Isa Al Naqieb bin Muhammad bin Ali Al Uraidli bin Ja’far As Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al Imam Al Husain Al Sibth bin Al Imam Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra Putri Nabi Muhammad SAW. Dengan perjuangannya yang tak kenal lelah dan penuh kesabaran, beliau berhasil menanamkan metode Da’wah ila Allah dengan cara khusus beliau, dan berhasil menanamkan paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Hadhramaut, Yaman.
Al
Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa lahir di kota Bashra Iraq tempat tinggal
keluarga dan sanak saudaranya, para ahli sejarah berselisih tentang
tanggal kelahiran Al Imam Al Muhajir, namun Saiyid Muhahammad Dhiya’
Shihab dalam kitab beliau yang berjudul Al Imam Al Muhajir mengatakan:
sejauh pengetahuan kami tak seorang pun yang mengetahui umur Al Imam Al
Muhajir secara pas, boleh jadi karena literature yang mengungkapkan hal
tersebut telah sirna, akan tetapi dari sedikit data yang kami miliki
kami dapat mengambil satu kesimpulan, dan boleh jadi kesimpulan yang
kami ambil ini sesuai dengan fakta, lalu dia mengatkan setelah
dipelajari dan diperbandingkan dari sejarah pekerjaan anak-anak beliau
dan sebagian guru-guru beliau, bisa disimpulkan bahwa Al Imam Al Muhajir
dilahirkan pada tahun 273 H. Saiyid Salim bin Ahmad bin Jindan
mengatakan di kitab Muqaddimah Musnad-nya bahwa Al Muhajir belajar
kepada Al Nablisi Al basri ketika beliau berumur 4 th, dari sini
disimpulkan bahwa beliau dilahirkan pada 279H.
Al Muhajir tumbuh dan berkembang dibawah
Asuhan kedua orang tua nya dengan nuansa keilmuan religi yang sangat
kental, demikina diungkapkan oleh Saiyid Muhammad bin Ahmad Al Shatiri,
dalam kitabnya Adwaar Al Tarikh Al Hadhramy.
Masa yang dilalui Al Muhajir adalah masa yang dipenuhi dengan ragam peradaban dan warna-warni ilmu pengetahuan, seperti ilmu Shariah, filsafat, falak, satra, tasawuf, matematika dan lain-lain, dikatakan bahwasanya Al Muhajir banyak mengambil riwayat dari ulama’ pada zamannya, diantara mereka, Ibnu Mundah Al Asbahani, Abdul Karim Al Nisai, Al Nablisi Al bashri, banyak pula para ulama’ yang mengambil riwayat dari nya seperti Alhafidh Al Daulabi (di bashrah 306H), Ibnu Shaid, Al Hafidh Al Ajury, Abdullah bin Muhammad bin Zakariya Al Aufi Al Muammar Al Bashri, Hilal Haffar Al Iraqi, Ahmad bin Said Al Ashbahani, Ismail bi Qasim Al Hisasi, Abu Al Qasim Al Nasib Al Baghdadi, Abu Sahl bin Ziyad, dan lain-lain.
Masa yang dilalui Al Muhajir adalah masa yang dipenuhi dengan ragam peradaban dan warna-warni ilmu pengetahuan, seperti ilmu Shariah, filsafat, falak, satra, tasawuf, matematika dan lain-lain, dikatakan bahwasanya Al Muhajir banyak mengambil riwayat dari ulama’ pada zamannya, diantara mereka, Ibnu Mundah Al Asbahani, Abdul Karim Al Nisai, Al Nablisi Al bashri, banyak pula para ulama’ yang mengambil riwayat dari nya seperti Alhafidh Al Daulabi (di bashrah 306H), Ibnu Shaid, Al Hafidh Al Ajury, Abdullah bin Muhammad bin Zakariya Al Aufi Al Muammar Al Bashri, Hilal Haffar Al Iraqi, Ahmad bin Said Al Ashbahani, Ismail bi Qasim Al Hisasi, Abu Al Qasim Al Nasib Al Baghdadi, Abu Sahl bin Ziyad, dan lain-lain.
Sebagaimana disebutkan bahwa masa ini
makmur dengan ilmu dan budaya namun disisi lain masa ini pun marak
dengan fitnah, pertikaian, bentrok pemikiran dan senjata, Al Muhajir
memandang masa itu sebagai masa kritis yang penuh dengan cobaan dan
penderitaan, Negara-negara islam mulai meleleh persatuan pandangan dan
politiknya, dan berkembang menjadi unstabilitas sosial dan pertumpahan
darah.
Revolusi Negro dan Fitnah Karamitah
Kehidupan Al Muhajir semenjak muda hingga
dewasa diwarnai dengan guncangan-guncangan social dibashrah*[1] dan
Iraq secara umum, mulai dari revolusi negro yang berawal pada tahun 225,
pada masa pemerintahan Negri Abbasiyah, sampai fitnah yang disebarkan
oleh Karamitah, sebuah sekte yang dipimpin oleh Yahya bin Mahdi di
Bahrain, dia dengan para pengikutnya bekerja keras untuk membiuskan
paham-pahamnya disemua lapisan masyarakat dan menggunakan situasi
guncang akibat revolusi negro dan fitnah Khawarij untuk memepercepat
pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Terpencarnya Bani Abi Thalib
Seorang Ahli Sejarah, Abdullah bin Nuh
menuliskan dalam tambahannya untuk kitab Al Muhajir hal 37 tentang
kesaksian Al Muhajir tentang terpencarnya Bani Alawi ke penjuru dunia,
seperti India, Sumatra, kepulauan Ujung timur, dan perbatasan cina, yang
mana hal ini merupakan sebab tersebarnya agama islam diseluruh dunia.
Kepribadian Al Muhajir di Bashrah *[2]
Kepribadian Almuhajir dibentuk oleh
suasana yang penuh dengan pertentangan, ilmu, sastra, falsafat,
pertumpahan darah, rasa takut, pertikaian disamping giatnya gerakan roda
perdagangan dan pertanian, bahkan Almuhajir menyaksikan kapal-kapal
besar bersandar di Bashrah dengan membawa barang dagangan hasil bumi,
dan orang-orang dari berbagai bangsa. Keluarga Al Muahajir termasu
keluarga terhormat yang bersih hatinya, penuh keberanian, kedudukan dan
kekayaan dibarengi dengan taqwa dan istiqamah. Saudara Al Muhajir
Muhammad bin Isa adalah panglima perang dan pemimpin expansi wilayah
islam.
Hijrah Al Muhajir dari Bashrah
Hijrah Al Imam Al Muhajir di dorong oleh
keinginan untuk menjaga dan melindungi keluarga dan sanak familinya dari
bahaya fitnah yang melanda Iraq diwaktu itu.
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Al Muhjir memutuskan untuk hijrah ke hijaz, maka disodorkanlah berbagai alasan untuk meyakinkan keluarga dan sanak familinya untuk meninggalkan bashrah, dan mereka pun menyetujui usulan Al Muhajir. Hijrah Al Muhajir terjadi pada 317 H dari Bashrah ke Al MAdinah Al Munawwarah. Diantara keluarga dan sanak famili Al Muhajir yang ikut berhijrah bersama Al Muhajir adalah:
1. Al Imam Al Muhajir Ilaa Allah Ahmad bin Isa. *[3]
2. Zainab binti Abdullah bin Hasan Al Uraidli Isteri Al Muhajir
3. Abdullah bin Ahmad putra Al Muhajir
4. Ummul Banin binti Muhammad bin Isa bin Muhammad Isteri Abdullah bin Ahmad.
5. Ismail bin Abdullah bin Ahmad yang dijuluki dengan Al Bashry
6. Al Syarif Muhammad bin Sulaiman bin Abdillah kakek Keluarga Al Ahdal *[4].
7. Al Syarif Ahmad Al Qudaimi kakek keluarga Al Qudaim *[5]
8. 70 orang dari oarng-orang dekat Al Muhajir diantara mereka: hamba sahaya Al Muhajir, Jakfar bin Abdullah Al Azdiy, Mukhtar bin Abdullah bin Sa’ad, dan Syuwaiyah bin Faraj Al Asbahani.
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Al Muhjir memutuskan untuk hijrah ke hijaz, maka disodorkanlah berbagai alasan untuk meyakinkan keluarga dan sanak familinya untuk meninggalkan bashrah, dan mereka pun menyetujui usulan Al Muhajir. Hijrah Al Muhajir terjadi pada 317 H dari Bashrah ke Al MAdinah Al Munawwarah. Diantara keluarga dan sanak famili Al Muhajir yang ikut berhijrah bersama Al Muhajir adalah:
1. Al Imam Al Muhajir Ilaa Allah Ahmad bin Isa. *[3]
2. Zainab binti Abdullah bin Hasan Al Uraidli Isteri Al Muhajir
3. Abdullah bin Ahmad putra Al Muhajir
4. Ummul Banin binti Muhammad bin Isa bin Muhammad Isteri Abdullah bin Ahmad.
5. Ismail bin Abdullah bin Ahmad yang dijuluki dengan Al Bashry
6. Al Syarif Muhammad bin Sulaiman bin Abdillah kakek Keluarga Al Ahdal *[4].
7. Al Syarif Ahmad Al Qudaimi kakek keluarga Al Qudaim *[5]
8. 70 orang dari oarng-orang dekat Al Muhajir diantara mereka: hamba sahaya Al Muhajir, Jakfar bin Abdullah Al Azdiy, Mukhtar bin Abdullah bin Sa’ad, dan Syuwaiyah bin Faraj Al Asbahani.
Rombongan Al Muhajir berhijrah ke madinah
melalui jalan Syam karena jalan yang biasa dilalui kurang aman *[6],
dan sampai di Madinah pada tahun 317, konon di tahun ini terjadi fitnah
besar di Al Haramain, gerakan Karamithah masuk ke Makkah Al Mukarramah
di musim haji dan membuat keributan di sana serta mengambil hajar aswad
dari tempatnya *[7]. Pada tahun berikutnya 318H Al Muhajir beserta
keluarga berngkat ke Makkah untuk melaksanakan Ibadah Haji, konon para
jamaah haji pada tahun itu hanya meletakkan tangan mereka di tempat
hajar aswad, disaat melaksanakan Ibadah haji Al Muhajir bertemu dengan
rombongan dari Tihamah dan Hadhramaut, belajarlah mereka dari Al Muhajir
ilmu dan akhlak, dan mereka menceritakan kepada Al Muhajir tentang
fitnah Al Khawarij di Hadhramaut dan mengajak Al Muhajir untuk membantu
mereka menyelesaikan fitnah itu lantas Al Muhajir menjanjikan untuk
datang ke negeri mereka.
Perjalanan ke Tihamah dan Hadhramaut.
Hadhramaut pada waktu itu berada dibawah
pengaruh Abadhiyah suatu gerakan yang dipelopori oleh Abdullah bin Ibadh
Al Maady, gerakan ini pertama kali muncul pada abad kedua hijriah
dibawah pimpinan Adullah bin Yahya Al Amawi yang menjuluki dirinya
sebagai pencari kebenaran *[8].
Al Mas’udi dalam kitab sejarahnya
menuliskan “Alkhawarij masuk Hadhramaut dan pada saat itu kebanyakan
penduduknya adalah pengikut aliran Ibadhiyah dan sampai saat ini (332
tahun penulisan buku tersebut) dan tidak ada perbedaan antara Khawarij
yang ada di Hadhramaut dengan yang ada di Oman. Akan tetapi aliran
Ibadhiyah dan Ahlu Sunnah tetap hidup di Hadhramaut meskipun pengaruh
Khawarij lebih menyeluruh di wilayah Hadhramaut samapi datangnya Al
Muhajir.
Mengapa Al Muhajir memilih untuk berhijrah ke Hadhramaut?
Mengapa Al Muhajir memilih untuk berhijrah ke Hadhramaut?
Dhiya Syihab dalam kitabnya Al Imam Al
Muhajir mengatakan, apakah motivasi Al Muhajir untuk berhijrah ke
hadhramaut adalah harta? Hadhramaut bukanlah negri yang berlimpah harta
dan dia pun seorang yang kaya raya, ataukah hijrah Al Muahjir adalah
untuk membantu rakyat hadhramaut, dan mencegah merembetnya fitnah
Karamitah yang terus meluas? Sebenarnya kondisi dan peristiwa-peristiwa
diatas adalah alas an utama kenapa Al Muhajir berhijrah ke Hadhramaut,
sesuai ayat “Alam takun ardlu Allahi waasi’atan fatuhaajiruu fiihaa”
artinya tidakkah bumi Allah itu luas sehingga kamu berhijrah dan hadist
” yuu syiku an yakuuna khairu maali al muslim ghanamun yatba’u biha
sya’afa al jibal wa mawaqi’a alqatar ya firru bidiinihi min al fitan”
artinya dikhawatirkan akan dating suatu masa dimana harta yang paling
berharga bagi seseorang adalah kambing, dia membawanya kearah pegunungan
dan kota-kota untuk melarikan diri menyelamatkan agamanya dari fitnah.
Maka Allah menjadikan hijrah Al Muahajir ke Hadramaut sebagai donator
dan petunjuk sebab dengan hartanya Al Muhajir membangun banyak
infrastruktuk yang lapuk dimakan zaman dan dengan kehadirannya Allah
menyadarkan banyak dari orang-orang yang fanatic buta kepada Kahawarij.
Rombongan Al Muhajir diantara Tihamah dan Hadhramaut.
Saiyid Muhammad bin Sulaiman Al Ahdal
salah satu dari anggota rombongan memutuskan untuk menetap di Murawa’ah
di Tihamah *[9], sedangkan saiyid Ahmad Al Qudaimy memutuskan untuk
menetap di lembah Surdud di Tihamah, dan dengan izin Allah SWT mereka
menjadi tonggak berkembangnya keturunan Nabi Muhammad SAW di negri
tersebut, adapun Al Muhajir dia tetap meneruskan perjalanan hingga
sampai di desa Al Jubail di lembah Doan, konon penduduknya merupakan
pecinta keluarga Nabi Muhammad SAW dan mereka dapat banyak belajar dari
Al Muhajir, kemudian pindah ke Hajren disana terdapat Al Ja’athim
termasu kabilah Al Shaddaf yang merupakan pengikut aliran Sunny *[10],
disana Al Muhajir mangajak semua golongan untuk bersatu di bawah panji
islam dan mempererat tali persaudaraan diantara mereka, maka banyaklah
diantara orang-orang kahawarij yang sadar dan taubat kembali kejalan
yang benar, ketika di Hajren Al Muhajir ditemani dan dibela oleh para
petua dari kabilah ‘afif. Al Muhajir membeli rumah dan kebun korma di
hajren yang kemudian dihibahkan ke hamba sahaya nya Syuwaiyah sebelum
pindah dari Hajren.
Dan setelah keluar dari Hajren Al Muhajir
singgah dan bertempat tinggal di kampung Bani Jusyair didekat desa Bur
yang mana penduduknya pada saat itu adalah Sunny, disitu Al Muhajir
berdakwah dengan sabar dan sopan, kemudian pindah lagi ke desa Al
Husaiyisah *[11] dan disana membeli tanah perkebunan yang dinamakan
Shuh di atas desa Bur. Pada periode ini Al Muhajir banyak menarik
perhatian orang di daerah itu sehingga mereka banyak mengikut langkah
sang Imam, kecuali beberapa golongan dari kahawarij, hal ini yang
menyebabkan Al Muhajir mendatangi mereka untuk memahamkan mereka.
Al Imam Al Muhajir dan Khawarij
Hadirnya Al Muhajir di Hadhramaut
merupakan peristiwa besar dalam sejarah, sebab kehadiran Al Muhajir di
Hadhramaut membawa perubahan besar di daerah itu, Yaman ketika itu
diperintah oleh Al Ziyad di Yaman utara, namun penduduk Hadhramaut
memiliki hak untuk menetukan perkara mereka, tidak semua penduduk
Hadhramaut pada saat itu bermadzhab Ibadhi, terbukti keluarga Al Khatib
dan Ba Fadhal dari Tarim pada saat itu masih berpegang teguh dengan
aliran yang benar.
Imam Muhajir selalu berdiskusi dengan
para pengikut Abadhiyah dengan bijaksana dan teladan yang mulia, yang
mana hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para lawan diskusinya
dan menimbulkan simpati mereka, Khawarij adalah mazhab yang menerima
diskusi tentang madzhab mereka dan mereka pun banyak berdiskusi dengan
para ulama di banyak hal, sedangkan Al Imam Al Muhajir merupakan sosok
yang ahli dalam hal meyakinkan lawan bicara. Hal ini juga diungkapkan
oleh Al Saiyid Al Syatiri dalam kitabnya “Al Adwar” halaman 123, sehingga
aliran Al Abadhi perlahan-lahan terkikis dan habis di hadhramaut dan
digantikan dengan mazhab Al Imam Syafii dalam hal pekerjaan dan Imam Al
Asy’ary dalam hal Aqidah.
Adakah bentrok senjata antara Al Muhajir dan Khawarij?
Para ahli sejarah berselisih pendapat
tentang terjadinya kontak senjata antara Al Muhajir dengan Khawarij,
sebagian menyatakan terjadinya hal itu dan meriwayatkan kemenangan Al
Muhajir atas kaum Khawarij, sebagian lagi menafikan hal tersebut.
Saiyid Al Syathiri dalam kitabnya “Al
Adwar” menafikan terjadinya kontak senjata diantara kedua belah pihak,
dkatakanjuga bahwa pendapat ini di ambil karena dari sekian referensi
sejarah yang ada pada nya tidak satupun yang memaparkan tentang
terjadinya kontak senjata diantara kedua belah pihak demikian juga para
penulis sejarah Hadhramaut dari kurun terakhir *[12], adapun Saiyid
Dhiya Syihab dan Abdullah bin Nuh dalam kitab Al Muhajir menyatakan
terjadinya perang Bahran *[13] namun keduanya tidak mencantumkan
referensi yang memperkuat pendapat tersebut.
Saiyid Abdul Rahman bin Ubaidillah
mengatakan bahwa Al Muhajir dan putra-putra nya terus menrus melancarkan
argument-argumen kepada Ibadhiyah sampai mereka kehabisan dalil dan
pegangan, dikatakan juga bahwa Al Muhajir melumpuhkan kekuasaan
Abadhiyah dengan cara melancarkan argument-argumen yang membuktikan
kesalahan mazhab mereka, Syeh Salim bin Basri mengatakan Al Muhajir
membuka kedok bid’ah Khawarij dan membuktikan kesalahannya, pendapat
keduanya didukung pula oleh Al Faqih Al Muqaddam.
Al Imam Al Muhajir dan nasab mulianya
Sebagian penulis mengangkat tajuk pada
tulisan mereka mengenai nasab Ahlu Bait Nabi Muhammad SAW, banyak
diantara mereka yang menanamkan keraguan tentang Ahlu bait, motivasi
mereka untuk mengangkat tema itu bermacam-macam diantara mereka ada yang
hanya ingin mendapatkan pencerahan sehingga lebih meyakinkan mereka,
ada pula diantara mereka yang ingin menjatuhkan Ahlu bait karena iri dan
dengki terhadap mereka.
Berangkat dari kenyataan ini Al Imam Al
Muhajir sebelum berangkat ke Hadhramaut telah menyusun nasabnya dan
anak-anaknya smapai Rasulullah SAW, sebelumnya keluarga Al Muhajir nasab
dan silsilahnya sudah terkenal di kota Bashrah, seandainya bukan begitu
ini merupakan titik lemah yang bisa digunakan oleh Khawarij untuk
menumbangkan dalill-dalil Al Muhajir.
Sepeninggal Al Imam Al Muhajir beberapa
orang ulama Hadhramaut berinisiatif untuk mencari bukti yang membenarkan
nasab Al Imam Al Muhajir, Syeh Ba Makhramah dalam kitab tarikh nya
mengatakan: Ahmad bin Isa ketika datang di Hadhramaut, penduduk kota itu
mengakui kemulyaan dan keagungannya, lantas mereka ingin membuktikan
pengakuan mereka lantas 300 orang mufti di Tarim pada saat itu mengutus
seorang ahli hadist Al Imam Ali bin Muhammad bin Jadid ke Iraq untuk
membuktikan hal tersebut *[14], lantas sang imam pulang dengan membawa
nasab mulia Al Muhajir.
Alwi
bin Thohir membeberkan masalah ini di salah satu artikelnya yang di
muat di majalah Rabithah Alawiyah(2/3:95M) dan mengatakan, kemulayaan Al
Muhajir, keberadaan famili dan handai taulannya di Bashrah, tinggalnya
Muhammad putra Al Muhajir di bashrah untuk menjaga harta bendanya, dan
putra putri Ali, hasan, dan Husain, kedatangan Saiyid Jadid bin Abdullah
untuk melihat harta benda itu, kesaksian penduduk Iraq akan kebenaran
nasab Al Muhajir dan pengembangan harta Al Muhajir dari Iraq oleh anak
cucunya di Hadhramaut, adanya saudara dan ipar Al Muhajir di Iraq,
adanya hubungan yang continyu diantara mereka, adanya kabilah Bani Ahdal
dan Bani Qudaim di Yaman, ini semua merupakan bukti akan kebenaran
nasab Al Muhajir, tidaklah mudah bagi Saiyid Ali Bin Muhammad bin Jadid
untuk mendapatkan bukti ini sepeninggal kakek-kakenya selama
bertahun-tahun bila nasab tersebut tidak terkenal di Bashrah, karena Ali
dilahirkan di Hadhramaut bergitu juga Ayahnya Muhammad bin Jadid, akan
tetapi hubungan antara mereka dengan keluarga yang di Iraq setelah
kepergian mereka tidak putus.
Diantara para penulis yang mengulas luas tentang nasab Al Muhajir da puta-putra nya adalah:
1. Al Majdi, Al Mabsuth, Al Masyjar, yang
ditulis oleh Ahli nasab, Abu Hasan Najm Al Diin Ali bin Abi Al Ghanim
Muhammad bin Ali Al Umri Al Bashri, meninggal tahun 443.
2. Tahdhib Al Ansaab, Tulisan tangan Al Allamah Muhammad bin Ja’far Al Ubaidli, meninggal tahun 435.
3. Umdatu Al Thalib Al Kubra, ditulis oleh ahli nasab Al Allamah Ibn Anbah Jamal Al Diin Ahmad bin Ali bin Husain bin Ali bin mihna Al Dawudi.
4. Al Nafhah Al Anbariyah Fi Ansab Khairil Briyah, ditulis oleh Al Allamah Ibn Abi Al Fatuh Abi Fudhail Muhammad Al Kadhimi, meninggal tahun 859.
5. Tuhfatu Al Thalib Bi Ma’rifati Man Yantasib Ilaa Abdillah Wa Abii Thalib, ditulis oleh Al Allamah Al Muarrikh Abi Abdillah Muhammad bin Al Husain Al Samarqandi Al Makky, meninggal tahun 996.
6. Zahru Al Riyadh Wa Zalalu Al Hiyaadl, ditulis oleh Al Allamah Dlamin bin Syadqam, meninggal tahun 1085.
2. Tahdhib Al Ansaab, Tulisan tangan Al Allamah Muhammad bin Ja’far Al Ubaidli, meninggal tahun 435.
3. Umdatu Al Thalib Al Kubra, ditulis oleh ahli nasab Al Allamah Ibn Anbah Jamal Al Diin Ahmad bin Ali bin Husain bin Ali bin mihna Al Dawudi.
4. Al Nafhah Al Anbariyah Fi Ansab Khairil Briyah, ditulis oleh Al Allamah Ibn Abi Al Fatuh Abi Fudhail Muhammad Al Kadhimi, meninggal tahun 859.
5. Tuhfatu Al Thalib Bi Ma’rifati Man Yantasib Ilaa Abdillah Wa Abii Thalib, ditulis oleh Al Allamah Al Muarrikh Abi Abdillah Muhammad bin Al Husain Al Samarqandi Al Makky, meninggal tahun 996.
6. Zahru Al Riyadh Wa Zalalu Al Hiyaadl, ditulis oleh Al Allamah Dlamin bin Syadqam, meninggal tahun 1085.
Ibn Anbah dan AL Imam Al Murtadla
memiliki dua kitab berbeda tentang nasab ini dan belum dicetak, adapun
kitab yang ditulis secara modern tentang nasab Ahlu bait antara lain
Dirasaat Haula Ansaab Alu bait oleh Saggaf bin Al Alkaff., Tazwiid Al
Rawi oleh Saiyid Muhammad bin Ahmad Al Syathiri. Jadi permasalahannya
sekarang bukan karena kurangnya literature atau referensi tapi karena
hilangnya prinsip amanah dan hantaman dari para pengkhiyanat, juga
karena kurangnya tingkat pengetahuan syariah sebagian Ahlu bait dan
terpengaruhnya mereka oleh budaya orientalist, yang terus merongrong
zona islam.
Meninggalnya Al Imam Al Muhajir
Setelah
perjuangan yang tanpa mengenal lelah dan penuh kesabaran Al Imam Al
Muhajir berhasil menanamkan metode Da’wah ila Allah dengan cara khusus
beliau, dan berhasil pula menanamkan paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah di
Hadhramaut, akhirnya Al Muhajir berpulang kehadirat Allah SWT pada tahun
435 H, dan di makamkan di Al Husyaisyiah tepatnya di Syi’b Makhdam, dan
dapat diziarahi sampai hari ini.
Dimakamkan pula disekitar Kuba Al Muhajir
Saiyid Al Allamah Ahmad Al Habsyi, dahulu diadakan setiap tahunnya
peringatan masuknya Al Imam Al Muhajir ke Hadhramaut kemudian peringatan
ini sempat terputus, lalu diadakan lagi namun dalam bentuk lebih
terbatas, dan pada tahun 1422H ditambahkan nbeberapa peringatan yang
sesuai dengan zaman, seperti seminar tentang samapainya Al Imam Al
Muhajir di Hadhramaut, yang diisi didalamnya denagn study tentang sosok
Al Muhajir, sejarah, ilmu, dan pengaruh perpindahannya ke Hadhramaut
dalam kuliah-kuliah yang diadakan di Tarim dan Seiyun, dan harapan kami
hal ini akan menjadi adat setiap tahun yang akan membiaskan gambaran
ilmu dan sejarah yang telah ditorehkan oleh sekolah Al Muhajir dan
orang-orang setelahnya demi membela islam, umat, dan negri.
الفاتحة إلى روح سيدنا وحبيبنا
وشفيعنا رسول الله محمد بن عبدالله وآله وأصحابه وأزواجه وذريته وأهل بيته
وإلى روح سيدنا المهاجر إلى الله أحمد بن عسى وأصوله وفروعهم ، أن الله
يعلى درجاتهم في الجنة ويكثر من مثوباتهم ويضاعف حسناتهم و يحفظنا بجاههم
وينفعنا بهم ويعيد علينا من بركاتهم وأسرارهم وأنوارهم وعلومهم ونفحاتهم في
الدين والدنيا والآخرة – الفاتحة
_______________________________________________________________
*) Keterangan Catatan
[1] .oranr-orang negro mengadakan
revolusi di effrat Basharh dibawah pimpinan seseorang dari Azarigah dari
desa Drifin bernama Bahlul dan menjuluki dirinya Ali bin Abdul Rahim
dari qabilah Abdul qais dari Bahrain, dia menggembar-gemborakan
pembebasan para budak di Basrah dan sekitarnya, akhirnya dia berhasil
mengambil hati para budak dan mengajak mereka untuk meninggalkan
tuan-tuan mereka, lalu dia pindah ke Baghdad selam setahun kemudian
kembali lagi ke Bashrah dan diperangi oleh Al Mu’tamad pada tahun 256
namun kemenangan ada di tangan para orang negro, sehingga penduduk
Basrah pun meninggalkan negri mereka, tahun 357 orang-orang negro
menguasai Bashrah dan banyak membantai penduduknya serta merusak dan
membakar masjid-masjid serta menyalakan api diseluruh penjuru kota. (Al
Muhajir)12-22.
Disebutkan juga bahwa diantara factor
yang menyebabkan kemenangan orang negro adalah pertahanan kota sangat
rapuh disebabkan karena perpecahan partai, tampaknya kota ini saat itu
dilanda pertikaian antara Rabi’iyin yaitu Syiah, dan Al Sa’adiyin yaitu
Sunny (Al Muhajir)23. masa kekuasaan Orang-orang negro berakhir pada
tahun 280 setelah perang yang berlangsung selama 14 tahun, namun
pengaruh fitnah ini berlangsung lama sekali.
[2] . Abdullah bin Nuh di tambahannya
untuk kitab Al Muhajir mengatakan: Ahmad Al Muhajir adalah sosok yang
sangat dermawan, berwibawa, berilmu dan senang menyantuni yang lain,
kakeknya Muhammad bin Ali adalah putra bungsu ayahnya, lahir di Madinah
Al Munawarah kemudian pindah ke Bashrah dan meninggal disana pada tahun
203, kakek Al Muhajir Ali Al Uraidli bin Imam Jakfar Al Shadiq,
dinamakan al Uraidli karena dilahirkan di Al Uraidl suatu daerah
berjarak 4 mil dari madinah, kakek AL Muhajir merupakan putra bungsu
Ayahnya ditinggal mati ayahnya pada saat dia masih kecil lantas
berhijrah bersama sudaranya Muhammad bin Ja’far ke Makkah ketika
kakaknya melakukan gerrakan disana, dan berhijrah bersama Muhammad bin
Muhammad bin Zaid ketika dia memimpin gerakannya di Iraq, lantas ke
Khurasan kemudian Bashrah, penduduk Kufah mengundang beliau untuk
singgah di sana, lantas beliau berangkat kesana dan tinggal disana
beberapa waktu, ketika itu paenduduk Kufah benyak mengambil faidah dari
keberadaan beliau, meninggal tahu 210 .
[3] . Para ahli sejarah sepakat untuk
menjuluki Ahmad bin Isa dengan julukan Al Muhajir semenjak beliau
hijra dari Iraq ke Hijaz yang kemudian menetap di Hadhramaut, Saiyid
Muhammad bin Ahmad Al Syathiri dalam kitab “Al Adwar” menuturkan, sebab
penjulukan Ahmad bin Isa dengan Al Muhajir karena dia Hijrah dari
Bashrah ke Hadhramaut dengan sebab perbaikan, terutama jaminan
keselamatan agamanya dan agama para pengikutnya, dan hijrah yang semacam
ini bukan termasuk hijrah Bid’ah, karena hijrah semacamini sudah biasa
dilakukan olah keluarga Nabi SAW, dimulai dari hijrah beliau dari Makkah
ke Madinah yang kemudian diikuti oleh Al Imam Ali bin Abi Thalib ketika
berhijrah ke Iraq Dari Hijaz, dan anak turunnya seperti Al Imam Husain
bin Ali, Al Imam Zaid bin Ali bin Husain, Muhammad bin Nafs Al Zakiyah
bin Abdullah Al Mahdh bin Al Husain Al Muthanna bin Al Hasan Al Sabt dan
kedua saudaranya Ibrahim dan Idris moyang Bani Adarisah di Maghrib, dan
lain-lain.(Al Adwar)(1:156)
[4] . Al Syarif Muhammad bin Sulaiman
bin Abdullah bin Isa bin Alawi bin Muhammad bin Hamham bin Aun bin Al
Imam Musa Al Kadhim bin Ja’far Al Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali
Al Uraidli….
Demikian disebutkan Sayyid Ali bin Al
Husain Al Ahdal dalam kitab Bughyatu Al Thalib Li Ma’rifati Awlaad Ali
bin Abi Thalib, Al Ahdal adalah julukan yang diambil dari kata Al Adna
yang berarti terdekat, keturunan Bani Ahdal berkembang di Yaman Utara.
[5] . Sebagian kitab tentang nasab
menyebutkan nasab Bani Al Qudaimi diantaranya Al Sirah Al Mustafawiyah
Wal Ansab Al fathimiyah yang ditulis oleh Al Allamah Saiyid Alawi bin
Abdul ARhman Al Saggaf AL Al Makky, disebutkan Anak turun Husain di
laembah Sardad dan sekitarnya Bani Qudaimi, Bani Al Syajar, Bani Ahmad,
Bani Wali, Bani Sufi, Bani Ismail, Bani Arab, Bani Al Jarufi, Bani Al
Shiddiq, Bani Al Bahr, Bani AL Thalj, Bani Al Syah. Ke 13 kabilah ini
keturunan Hasan bin Yusuf bin Hasan bin Yusuf bin Hasan bin Yahya bin
Salim bin Abdullah bin Husain bin Ali bin Adam bin Idris bin Husain
bin Muhammad Al Jawad bin Ali Al Ridla bin Musa Al Kadhim bin Ja’far Al
Shadiq.
[6] . Jalur ini dinamakan jalur
Zubaidah, dinamakan Zubaidah yang mana dia adalah istri Haru Al Rasyid
karena dia mengeluarkan banyak biaya demi untuk perbaikan dan pengamanan
jalur ini pada tahun 90, kemudian jalur ini rusak setelah masa Khalifah
Al Mutawakkil.
[7] . Karamithah mengambil Hajar
Aswad dan dibawa ke Hajar, kemudian dikembalikan lagi setelah kurang
lebih 22 tahun, selama itu tempat Hajar Aswad kosong, mereka mengatakan
kami ambil Hajara Aswad dengan kekuasaan Allah dan kami kembalikan lagi
dengan kehendak Allah.
[8] . Pencari kebenaran muncul
bersama sekelompok orang Khawarij pada saat itu, mereeka menyapu
Hadharamaut dan sekelilingnya, menguasai Sana’a, menggempur kota Makkah,
dan berperang dengan Bani Umaiyah samapi habisnya perlawanan Khawarij,
saat itu terbunuh A’war dan beberapa pengikutnya yang kemudian kepala
mereka dikeler ke Damaskus pada tahun 130, akan tetapi fitnaj mereka
belum selesai juga.
[9] Di sebutkan dalam kitab Al
Muhajir, Moyang Bani Ahdal sampai di Yaman, beliau adalah Muhammad bin
Sulaiman, lantas beliau tinggal di desa Murawa’ah dekat dengan Baitul
Faqih, anak cucunya berkembang samapai diantara mereka ada yang tinggal
di lembah Sahm, Fakhriyah, Zabid, Abyat Husain , dan diantara mereka
juga ada yang hijrah ke Hadhramaut.
[10] Hajren termasuk pusat pedesaan
Shadaf, yang mana pedesaan ini memanjang di pertengahan lembah Doan
sampai daerah Andal, Al Ahrum, dan sampai dekat Sadbah.
[11] Sebuah desa diantara Tarim dan
Seiyun, dan merupakan desa yang makmur beliau membeli sebagian besar
tanah di daerah Suh, daerah ini merupakan benteng yang terkenal
didalamnya terdapat sumur yang terletak diatas kota Bur, sumur ini
digali oleh Saiyid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir dan di
pagari dengan bebatuan besar disetiap batu di ukur nama beliau.
Al Husyaisyah sekarang tak
berpenduduk dan rusak diceritakan bahwa rusaknya Al Husyaisyah ditangan
Agil bin Isa Al Shabirati tahun 839.
[12] Saiyid Al Syathiri menukil dari
Saiyid Al Allamah Abdullah bin Muhammad Al Saqqaf dalam komentar beliau
untuk kitab Rihlatul Asywaaq Al Qawiyyah karangan Ba Kathir, di sebutkan
didalamnya terjadinya bentrok senjata diantara mereka, kemudian
dikatakan : sebuah pertempuran terjadi di Buhran ketika Al Muhajir
masih tinggal di Al Hajrain ketika itu kekuasaan Abadliyah runtuh,
setelah itu Al Muhajir pindah dari Al Hajrain menuju kampung Bani
Jusyair, lantas Al Syatiri mengatakan: akan tetapi saya telephon Al
Saqqaf dan memintanya untuk menyebutkan referensi pendapatnya, namun dia
tidak menjawab. Sebagian orang menisbatkan pendapat ini kepada Al
Marhum Ahmad bin Hasan Al Attas, dan belum diketahui referensi aslinya,
Muhammad bin Aqil bin Yahya mengatakan di komentarnya atas kitab Diwan
Ibn Syihab , bahwa Al Muhajir dan anak cucunya nya sampai abad ke 6 H
memerangi kaum Abadhiyah kemudian mereka melepaskan senjata, tapi belum
diketahui referensinya, boleh jadi mereka mengambil kesimpulan bahwa
Bani Alawiyin selalu menggunakan senjata untuk perang dan grilya, tapi
pendapat semacam ini tidak bisa langsung diterima tanpa ada bukti
tertulis, karena bersenjata barang kali itu hanya tradisi atau untuk
membela diri semata.(Al Adwar 150;1)
[13] Bahran adalah padang pasir terletak diantara Al Hajrain dan desa Sadbah, peduduknya dari Kabilah Kindah.
[14] Sebagian orang menganggap kata
kata (ingin membuktikan) adalah peraguan atas nasab Al Muhajir, tapi
betapapun kata yang di gunakan penulis hal itu tidak mengandung penafian
ataupun pembuktian, sebagaimana yang dilontarkan sebagian orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar